Food, Inc. : Film yang Mengajak Melirik "Dapur" dari Makanan yang Kita Makan

Lapar? Mungkin restoran fast food jadi salah satu opsi yang pas. Selain penyajiannya cepat, harganya juga terbilang murah. Kita bisa makan ayam, nasi, dan minum coke dengan harga Rp 20.000-an. Bahkan untuk beberapa paket khusus, kita hanya perlu membayar Rp7.000 sampai Rp10.000 untuk makan daging ayam.

Pernah berpikir "Kok bisa ya, makan enak di tempat ber-AC dengan pelayan yang kece lebih murah dari pada makan di rumah makan atau bahkan kantin kampus yang panas dan enggak terlalu nyaman?"
Saya pernah. Tapi saya berhenti pada jawaban: "Ah, yaudahlah. Biarin aja. Yang penting makan enak dan murah."

Sampai akhirnya saya menonton film Food, Inc. kemarin.

Secara garis besar, film ini mengajak kita melirik fakta di balik industri makanan di Amerika Serikat yang mengharuskan mereka memproduksi bahan makanan secara massive: besar-besaran dan tentunya cepat. Pernah terpikir bagaimana cara memproduksi daging ayam, daging sapi, atau jagung dan kedelai secara banyak dan cepat? Ya! Jangan harap Anda akan menemukan petani yang bersiul-siul riang menanam jagung, memetik yang sudah matang; atau peternak dengan topi koboi yang bermain-main dengan ternaknya dengan riang. Apa yang Anda temukan adalah sesuatu yang bertolak belakang. Sesuatu yang di luar dugaan dan mengerikan. Ayam-ayam dibuat gemuk dalam 45 hari tanpa pernah sehari pun melihat sinar matahari. Mereka bahkan tidak bisa berjalan karena kakinya yang tidak mampu menahan bobot tubuh mereka dan tentunya ruangan sempit yang mengharuskan mereka berdesakan. Mereka "dipanen" secara massal dengan mengangkut semuanya dalam suatu truk. Tidak jarang petugas harus menendang-nendang mereka agar semuanya terkumpul. Para sapi juga dilarang merasakan "kebahagiaan" dengan merumput di pagi hari sambil menikmati udara segar dan sinar matahari. Apalagi para babi, yang dibuat mati dengan cara ditekan menggunakan suatu lempengen besi.


www.ethicurean.com


Menonton film ini, membuat saya paham mengapa banyak pecinta lingkungan memilih untuk menjadi vegetarian; meskipun tentunya produksi massal tumbuh-tumbuhan juga bisa dibilang sebagai suatu proses yang tidak "berperikemanusiaan". Tidak ada petani-petani yang menanam benih dan memetik saat jagung mulai menguning. Semuanya dilakukan oleh mesin secara cepat dan besar-besaran.

Produksi massal ini bukan tanpa masalah. Bakteri E-Coli ditemukan dalam daging sapi yang dipakai menjadi salah satu bahan hamburger. Bakteri ini telah menewaskan banyak orang, salah satunya adalah Kevin yang berusia 12 tahun saat tewas pada tahun 1993. Petani-petani kedelai dan jagung dari Meksiko pun tidak mampu bersaing dengan harga murah di Amerika Serikat sehingga harus menjadi pengangguran dan akhirnya terpaksa menjadi pekerja ilegal bagi perusahaan-perusahaan tadi. Ketika pekerja ilegal Meksiko ini dipenjara pun, industri kejam yang mempekerjakan mereka tidak akan tersentuh sedikit pun oleh pihak kepolisian.

"You'll never look at dinner the same way" terjadi setelah saya selesai menonton film ini. Untungnya, sang sutradara tidak berhenti hanya untuk membuat penonton merasa resah dan kebingungan: karena saat makan daging lebih murah dari pada makan sayuran organik kebanyakan orang akan tetap memilih makan daging. Robert Kenner, sang sutradara, dengan baik hati menyajikan 10 hal yang dapat kita lakukan sendiri, dimulai dari diri sendiri.


bucks.happeningmag.com

Setelah menonton film ini, saya memang tidak serta merta menjadi seorang vegetarian. Tapi setidaknya saya tahu, kalau makan makanan yang Anda masak sendiri (dan mungkin tanam sendiri) adalah jauh lebih baik dibanding makan ke restoran fast food yang (masih) kelihatan lebih "keren" (terutama di Indonesia).

Lihat trailer film Food, Inc. di sini.

Komentar

Postingan Populer